Ulasan film Harold & the Purple Crayon (2024): Ide Brilian yang Terjebak dalam Narasi Biasa

Harold & the Purple Crayon (2024) serasa terjebak dalam dilema antara potensi yang ditawarkan oleh premisnya dan eksekusi yang terbilang biasa saja. Adaptasi dari buku anak-anak klasik ini menceritakan Harold, seorang anak dengan krayon ajaib yang bisa menghidupkan apa pun yang ia gambar. Sejujurnya, ide ini memiliki potensi besar untuk mengeksplorasi petualangan visual yang penuh warna dan imajinasi. Namun, sayangnya, film ini gagal menggali lebih dalam dari sekadar cerita anak-anak yang sederhana.

Salah satu kelemahan terbesar yang saya rasakan adalah kurangnya eksplorasi imajinatif dari premis tersebut. Meskipun ide krayon ajaib yang bisa menghidupkan gambar seharusnya menawarkan ruang untuk kreativitas tanpa batas, Harold & the Purple Crayon tampak tidak memanfaatkan potensi tersebut. Ada momen-momen di mana visual tampak mengesankan, tapi sebagian besar terasa datar dan kurang inovatif. Seolah-olah film ini hanya menari di permukaan ide besarnya, tanpa pernah benar-benar menyelam ke dalamnya.

Narasi dalam film ini juga terkesan terlalu sederhana dan klise. Untuk sebuah film yang menggabungkan unsur magis dengan dunia nyata, saya mengharapkan cerita yang lebih dinamis dan kompleks. Namun, alur cerita terasa mudah ditebak, dengan banyak elemen yang tampak mirip dengan film-film fantasi lainnya. Bahkan, film ini mengingatkan saya pada Elf (2003), yang juga menampilkan karakter dari dunia magis yang datang ke dunia nyata dan mengubah kehidupan orang-orang di sekitarnya. Sayangnya, Harold gagal membedakan dirinya dari film-film sejenis dan akhirnya kehilangan identitasnya sendiri.

Selain itu, dialog dalam film ini terbilang datar dan generik. Banyak percakapan yang terasa dipaksakan dan kurang memberikan kedalaman pada karakter-karakternya. Zachary Levi, yang memerankan Harold, melakukan upaya terbaik untuk membawa energi pada karakternya, namun naskah yang dangkal membuat penampilannya tidak terlalu berkesan. Bahkan, aktor-aktor lain seperti Lil Rel Howery dan Zooey Deschanel, yang biasanya tampil menonjol, terlihat tenggelam dalam peran-peran yang kurang berkembang.

Saya juga merasa film ini terlalu lama untuk ukuran narasi yang sederhana. Dengan durasi sekitar 90 menit, ada banyak bagian yang terasa seperti filler, yang seharusnya bisa dipangkas untuk mempercepat tempo film. Banyak subplot yang tidak dikembangkan dengan baik dan terasa seperti tempelan belaka. Mungkin dengan runtime yang lebih pendek, film ini bisa terasa lebih padat dan fokus.

Komedi yang disajikan juga kurang mengena. Memang, film ini ditujukan untuk penonton anak-anak, namun lelucon-leluconnya terasa hambar dan tidak mampu memberikan tawa yang berarti. Saya merasa, meskipun target audiensnya adalah anak-anak, film ini masih bisa menghadirkan humor yang lebih cerdas dan relevan bagi penonton dewasa.

Sebagai film anak-anak, Harold & the Purple Crayon mungkin masih bisa menghibur penonton muda dengan visualnya yang cerah dan karakter-karakter yang lucu. Namun, bagi penonton dewasa atau penggemar cerita fantasi yang lebih mendalam, film ini terasa kurang memuaskan. Ada potensi besar di balik ide krayon ajaib ini, tapi eksekusinya yang terlalu sederhana dan penuh dengan klise membuat film ini terasa seperti sebuah kesempatan yang terbuang.

Secara keseluruhan, Harold & the Purple Crayon (2024) adalah film yang penuh dengan janji namun tidak pernah benar-benar memenuhinya. Meski ada beberapa momen yang menyenangkan, terutama dalam visual, kekurangan dalam narasi dan pengembangan karakter membuat film ini terasa datar. Bagi saya, ini adalah film yang mungkin bisa lebih berhasil jika diberi sentuhan kreatif yang lebih berani dan naskah yang lebih tajam.

Rate: 6.5/10

Komentar