Ulasan Film Mission: Impossible - The Final Reckoning (2025): Final Spektakuler yang Tak Selalu Mulus

Mission: Impossible - The Final Reckoning hadir dengan beban sebagai penutup era Ethan Hunt. Film ini adalah sebuah pertunjukan spektakuler yang memukau dengan aksi praktikal Tom Cruise, namun juga terbebani oleh keinginan untuk menjadi yang "terbesar" dan "terakhir".

The Final Reckoning melanjutkan langsung cerita dari Dead Reckoning Part One. Ethan Hunt (Tom Cruise) dan timnya—Luther (Ving Rhames), Benji (Simon Pegg), dan Grace (Hayley Atwell)—kini harus menghadapi konsekuensi penuh dari ancaman The Entity, kecerdasan buatan yang telah menyusup dan mengacaukan sistem dunia. Dunia berada di ambang kehancuran, dan sekali lagi, misi mustahil jatuh ke pundak Ethan untuk menyelamatkan umat manusia dengan mengejar sebuah kapal selam Rusia yang tenggelam, Sevastopol, yang menjadi kunci segalanya.

Tom Cruise kembali menghadirkan energi dan komitmen total sebagai Ethan Hunt. Yang lebih menyenangkan adalah porsi yang lebih seimbang untuk anggota tim. Simon Pegg sebagai Benji dan Ving Rhames sebagai Luther mendapatkan momen yang lebih berarti, menunjukkan ikatan persahabatan yang menjadi tulang punggung emotional core film ini. Pom Klementieff sebagai Paris juga bersinar, mencuri perhatian di setiap adegan yang diikutinya dengan kehadiran layar yang magnetik.

Dengan anggaran yang besar, film ini terlihat dan terdengar sempurna. Sound design-nya sangat immersive, sementara sinematografi oleh Fraser Taggart menangkap setiap lokasi eksotis dan aksi berbahaya dengan kecemerlangan visual yang memukau. Menontonnya di format IMAX akan memberikan pengalaman yang maksimal, terutama untuk sequence underwater dan udara yang dirancang khusus untuk memanfaatkan layar besar.

Namun, ada kritik besar yang juga saya rasakan. Bagian pertama film ini terasa lambat dan dipenuhi dengan adegan-adegan "rapat" di mana karakter terus-menerus menjelaskan ulang situasi, risiko, dan rencana. Alih-alih membangun ketegangan, repetisi ini justru mengurangi momentum.

Setelah antagonis seperti Solomon Lane di Fallout yang terasa personal dan mengancam, The Entity sebagai musuh utama terasa terlalu abstrak dan dingin. Meski relevan dengan isu AI masa kini, ketiadaan wajah dan motif yang emosional membuat stakes-nya, meski secara harfiah adalah kiamat, justru kurang terasa mendebarkan dibanding ancaman nuklir di film sebelumnya. Karakter Gabriel (Esai Morales) sebagai perwujudan fisik Entity pun tidak cukup dikembangkan untuk menjadi penyeimbang yang memuaskan.

Dijuluki "The Final Reckoning", film ini justru tidak memberikan rasa kepenuhan dan penutupan yang emosional layaknya akhir dari sebuah saga 30 tahun. Film berakhir dengan cara yang membuka peluang untuk sekuel lebih lanjut, sehingga janji "final"-nya terasa seperti strategi marketing belaka. Beberapa pilihan narasi terkait karakter tertentu juga terasa dipaksakan hanya untuk menciptakan dramatic weight, namun tidak memiliki landasan yang kuat dari film-film sebelumnya.

Jelas, film ini masih sangat layak untuk ditonton, tapi bagi saya, seri ini bukanlah seri terbaik di antara seri film MI yang lain. Mission: Impossible - The Final Reckoning adalah sebuah hiburan blockbuster yang efektif. Ia sukses menghadirkan spectacle akrobatik aksi Tom Cruise yang tak akan Anda dapatkan di franchise lain. Namun, di balik gemerlap aksinya, film ini tersandung oleh naskah yang terlalu bertele-tele di awal dan ketidakmampuan untuk memberikan sentimen penutup yang hangat dan memuaskan.

Jika Anda penggemar setia franchise ini, menonton The Final Reckoning adalah sebuah kewajiban untuk menyaksikan akhir (atau mungkin bukan?) dari perjalanan Ethan Hunt. Namun, jangan berharap untuk mengalami kesempurnaan narasi dan ketegangan emosional yang pernah dihadirkan oleh Mission: Impossible - Fallout, atau bahkan Dead Reckoning yang menurut saya, lebih memuaskan.

Rating: 7.5/10

Komentar