Ulasan Film Better Man (2024): Eksperimen Visual Berani namun Tak Sepenuhnya Sempurna

Poster Film Better Man (2024)

Better Man (2024) kalau boleh dibilang, adalah salah satu eksperimen visual dan naratif yang paling unik yang pernah saya saksikan. Dengan konsep di mana Robbie Williams, sang popstar legendaris dari Britania, diperankan sebagai seekor simpanse CGI, saya langsung terjebak antara rasa ingin tahu dan keraguan. 

Film ini mengisahkan perjalanan hidup Robbie Williams mulai dari masa kecilnya yang penuh tantangan di Stoke-on-Trent hingga kebangkitannya sebagai bintang pop setelah bergabung dengan boy band terkenal Take That, kemudian merambah karier solo. Salah satu ide paling mencolok adalah penggambaran Williams sebagai seekor simpanse yang mewakili bagaimana ia melihat dirinya sendiri – "kurang berkembang" namun tetap berusaha menghibur penonton. Narasi yang disampaikan langsung oleh Williams menambahkan lapisan otentisitas dalam cerita, meski diselingi unsur surealis yang cukup mengganggu.

Kelebihan Film

Saya sangat mengapresiasi keberanian Michael Gracey dalam mengambil risiko dengan menggabungkan unsur biopik konvensional dan elemen fantastis. Adegan-adegan musikal dalam film ini benar-benar mencuri perhatian; koreografinya dinamis, dengan pengambilan gambar yang luwes dan penuh energi, memberikan sentuhan magis yang jarang saya temui pada film biopik lainnya.

Selain itu, penggunaan teknologi CGI yang mumpuni – terutama melalui performa motion capture oleh Jonno Davies – berhasil menghidupkan karakter simpanse yang memiliki ekspresi emosional yang mendalam. Hal ini membuat saya bisa merasakan dilema dan kepedihan karakter meskipun bentuknya tak sepenuhnya manusiawi. Unsur musik yang mengiringi perjalanan hidup Williams juga disusun dengan rapi; lagu-lagu ikonik seperti "She's The One" dan "Angels" dimanfaatkan untuk menciptakan momen dramatis yang sangat mengena.

Adegan Musik 'She's The One' dalam Film Better Man (2024)

Kekurangan Film

Meski banyak kelebihan, ada pula kekurangan yang saya rasakan. Konsep menggantikan sosok manusia dengan simpanse CGI terkesan over-eksperimental di beberapa momen, sehingga mengganggu alur emosional dan membuat saya sesekali merasa terputus dari inti cerita. Pilihan ini, meskipun segar, tidak sepenuhnya berhasil menyatu dengan narasi biopik tradisional yang sudah familiar – hal ini membuat beberapa adegan terasa canggung dan berlebihan.

Selain itu, alur cerita yang cenderung mengikuti pola naik turun kehidupan seorang bintang pop terasa kurang inovatif. Meskipun penyampaian tema tentang perjuangan, kecanduan, dan pencarian jati diri disampaikan dengan kejujuran, beberapa momen emosional tampak terburu-buru, sehingga saya merasa beberapa karakter pendukung, seperti hubungan rumit dengan sang ayah, tidak mendapatkan pengembangan yang optimal. Bagi generasi penonton yang tidak terlalu mengenal Robbie Williams dan terlebih lagi Take That, saya kira film ini kurang berhasil untuk dapat dinikmati dengan nyaman.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, Better Man (2024) adalah sebuah film yang berani dan penuh eksperimen. Meskipun konsep menggambarkan Robbie Williams sebagai simpanse CGI adalah langkah yang sangat unik dan memberi warna tersendiri, pilihan tersebut kadang terasa mengganggu dan kurang menyatu dengan alur cerita. Bagi saya, film ini layak mendapatkan rating 6,5-7,5/10 karena meskipun memiliki momen-momen visual dan musikal yang sangat memukau, narasinya masih bisa diperbaiki dengan pendalaman karakter dan pengembangan cerita yang lebih utuh.

Jika Anda adalah penggemar film yang tidak takut mengambil risiko dan menikmati inovasi visual, saya merekomendasikan untuk memberikan kesempatan pada Better Man. Namun, bagi mereka yang lebih menyukai biopik dengan alur cerita yang klasik dan lebih fokus pada penceritaan manusiawi, film ini mungkin terasa eksperimental berlebihan.

Untuk membaca ulasan lebih mendalam dan perbandingan dengan film biopik lain, Anda bisa mengunjungi The Guardian dan Vulture.

Komentar