Film ini berlatar di tahun 2003, mengisahkan sekelompok buruh musiman—Endah (Ersya Aurelia), Fadhil (Arbani Yasiz), Naning (Erika Carlina), Hendra (Bukie B. Mansyur), Wati (Wavi Zihan), Dwi (Arif Alfiansyah), dan Franky (Benedictus Siregar)—yang bekerja di sebuah pabrik gula tua di Jawa Timur. Mereka tinggal di loji sederhana di kawasan pabrik, dengan satu aturan ketat: jangan keluar saat jam malam, yang ditandai dengan "Jam Kuning" dan "Jam Merah." Pelanggaran aturan ini memicu kemarahan penghuni gaib dari Kerajaan Tebu, dipimpin oleh sosok misterius bernama Maharatu. Dari kecelakaan kerja yang tak wajar hingga penemuan jasad di sumur tua, teror semakin meningkat, memaksa para buruh mengungkap rahasia kelam di balik pabrik tersebut.
Salah satu kekuatan utama Pabrik Gula adalah kemampuan Awi Suryadi menciptakan atmosfer horor yang kuat. Sinematografi yang digarap oleh Arfian menghadirkan visual yang memanjakan mata, dengan permainan cahaya dan bayangan yang memperkuat nuansa mencekam. Adegan di gudang tua atau sumur belakang pabrik terasa begitu hidup, seolah-olah kita ikut terjebak di sana bersama para karakter. Tata suara, seperti peluit panjang dan denting gamelan, menambah ketegangan tanpa terasa berlebihan di sebagian besar momen. Film ini juga berhasil memadukan unsur budaya Jawa, seperti ritual manten tebu, yang memberikan kedalaman lokal pada cerita horornya.
Penampilan para aktor juga patut diacungi jempol. Ersya Aurelia sebagai Endah dan Arbani Yasiz sebagai Fadhil membawa chemistry yang meyakinkan, meski karakternya tak terlalu mendalam. Namun, yang benar-benar mencuri perhatian adalah duo komedi Franky (Benedictus Siregar) dan Dwi (Arif Alfiansyah). Dialog kocak dan akting mereka yang alami menjadi penyegar di tengah ketegangan, membuat film ini tak melulu seram, tapi juga menghibur. Adegan kesurupan Wati (Wavi Zihan) di pertengahan film juga sukses membuat bulu kuduk berdiri, menunjukkan bahwa horor psikologis film ini cukup efektif.
Versi Uncut (Jam Merah) yang diperuntukkan untuk usia 21+ menawarkan pengalaman lebih intens dengan adegan horor yang lebih eksplisit. Meski hanya berbeda satu menit dari versi reguler (Jam Kuning), tambahan adegan ini membuat cerita terasa lebih utuh dan menegangkan, terutama bagi penggemar horor garis keras.
Meski secara teknis memukau, Pabrik Gula terhambat oleh naskah yang kurang greget. Cerita yang ditulis oleh Lele Laila terasa seperti déjà vu dari KKN di Desa Penari, dengan formula serupa: sekelompok orang masuk ke tempat baru, melanggar pantangan, lalu dihantui makhluk gaib. Konflik utama yang berpusat pada pelanggaran norma tertentu terasa dangkal dan mudah ditebak, membuat penonton sulit terhubung secara emosional dengan karakter. Pengembangan karakter pendukung juga lemah, sehingga beberapa tokoh terasa seperti sekadar pengisi cerita.
Pacing film, dengan durasi 2 jam 12 menit (versi reguler) dan 2 jam 13 menit (versi Uncut), terasa lambat di babak awal. Beberapa jumpscare juga terasa klise, terutama bagi penggemar horor berpengalaman, dan efek CGI pada beberapa entitas gaib, seperti Dalboh yang mirip monster fiksi, kurang meyakinkan. Scoring musik oleh Ricky Lionardi kadang berlebihan, mengurangi kengerian di beberapa adegan yang seharusnya cukup dengan visual dan keheningan.
Secara produksi, Pabrik Gula menunjukkan standar tinggi MD Pictures. Set ladang tebu yang ditanam khusus untuk film ini terasa autentik, mengingatkan pada pendekatan epik seperti di film Interstellar. Tata rias dan kostum, terutama untuk entitas gaib, berhasil menciptakan suasana mencekam, meski beberapa efek CGI terasa kurang halus. Film ini juga dioptimalkan untuk format IMAX, memberikan pengalaman visual yang lebih imersif. Transisi antar adegan, terutama sebelum jumpscare, diatur dengan presisi, menunjukkan kepiawaian Awi Suryadi dalam mengolah horor blockbuster.
Pabrik Gula adalah film horor yang solid dengan atmosfer mencekam dan visual memukau, namun terkendala oleh alur yang klise dan pacing yang tak konsisten. Bagi penggemar horor yang mencari pengalaman seram dengan bumbu komedi dan nuansa budaya Jawa, film ini layak masuk daftar tonton. Versi Uncut direkomendasikan untuk sensasi lebih intens, tapi versi reguler juga cukup menghibur untuk penonton yang lebih luas.
Rate: 7-7,5/10
Jadi, apakah kamu siap mendengar peluit panjang di tengah malam dan menghadapi teror di ladang tebu? Segera tonton Pabrik Gula di Netflix mulai 7 Agustus 2025!
Komentar
Posting Komentar