Qodrat 2 melanjutkan perjalanan spiritual Ustadz Qodrat (Vino G. Bastian) setelah tragedi kehilangan anaknya di film pertama. Kali ini, ujian iman yang harus dihadapinya justru lebih berat: iblis kini menyasar istrinya, Azizah (Acha Septriasa). Setelah dihantui rasa bersalah karena pernah bersekutu dengan kekuatan jahat untuk menyelamatkan anaknya, Azizah hidup dalam depresi dan bekerja di sebuah pabrik pemintalan bernama Benang Emas.
Namun, pabrik ini ternyata menyimpan rahasia kelam. Sebuah ritual pesugihan yang dipimpin oleh dukun hitam Safih mengorbankan nyawa para pekerja. Ustadz Qodrat harus menyelamatkan Azizah bukan hanya dari ancaman fisik para penjaga pabrik dan makhluk halus, tetapi juga dari belenggu rasa bersalah yang menggerogoti jiwanya dan hampir meruntuhkan keimanannya.
Dari segi teknis, Qodrat 2 layak diacungi jempol.
Sinematografi dan Desain Suara: Pengambilan gambar dan sound design berhasil menciptakan atmosfer horor yang immersive. Adegan-adegan supernatural terasa mengancam berkat kombinasi visual gelap dan dentuman suara yang mencekam.
Koreografi Laga: Sentuhan ahli Cecep Arif Rahman (The Raid 2, John Wick 3) sangat terasa dalam koreografi aksi yang dinamis dan brutal. Adegan pertarungan tidak sekadar gebuk-menghajar, melainkan penuh presisi dan kreativitas.
Adegan Pembuka dan Eksorsim dalam Mobil: Dua adegan ini merupakan pencapaian tertinggi film. Adegan pembuka yang menampilkan sudut pandang lain dari film pertama merupakan pendekatan storytelling yang brilian dan jarang ditemui. Sementara itu, adegan ruqyah di dalam kendaraan yang sedang melaju adalah sebuah terobosan. Adegan ini menggabungkan ketegangan aksi fisik dengan konflik spiritual, menyatukan cita rasa internasional dengan kearifan lokal dalam sebuah sequence yang tak terlupakan.
Acha Septriasa adalah jiwa dari film ini. Penampilannya sebagai Azizah yang tengah berjuang melawan rasa bersalah dan krisis iman sungguh menghunjam. Adegan puncaknya—saat ia berusaha sholat taubat namun gagal melafalkan bacaan karena merasa diri tak layak—adalah momen akting terbaik dalam film. Acha berhasil menyampaikan gejolak batin seorang pendosa yang ingin kembali, namun terhalang oleh keyakinannya sendiri bahwa ia telah terlalu kotor. Setiap tangisan dan tatapan kosongnya terasa tulus dan menyentuh.
Sayangnya, karakter Ustadz Qodrat yang diperankan Vino G. Bastian justru terasa datar. Setelah perjalanan transformasinya selesai di film pertama, di sekuel ini ia hadir sebagai pahlawan yang sudah "jadi" tanpa keraguan lagi. Hal ini membuatnya kalah menarik dibandingkan Azizah. Chemistry pertemuan kembali mereka di pabrik juga lebih terasa seperti "meet cute" dalam film drama romantis ketimbang reuni suami-istri yang telah melalui trauma berat.
Qodrat 2 adalah film yang ingin melakukan terlalu banyak hal, namun kurang mendalam dalam mengerjakan semuanya.
Hampir sama seperti kebanyakan film horor Indonesia lainnya, film ini terlalu fokus pada bagaimana wujud horor itu ditampilkan, lalu berkutat di sana, alih-alih fokus mengembangkan cerita yang enak untuk diikuti.
Alih-alih menjadi kaya, alur cerita justru terasa terfragmentasi. Transisi antara satu adegan dengan adegan lain sering kali terasa abrupt, seolah penonton dipindahkan dari satu subplot ke subplot lain tanpa kesempatan untuk benar-benar terhubung secara emosional.
Tema aktivisme buruh dan hak perempuan yang diperkenalkan, meskipun mulia, penggarapannya terasa dangkal dan seperti "tempelan". Ancaman dari antagonis nyata, yaitu pemilik pabrik dan dukun Safih, tidak cukup menggetarkan karena mereka sering ditampilkan dengan acting yang cenderung melodramatis dan kurang nuanced.
Setelah konflik di pabrik berakhir, film ini memaksakan sebuah adegan penutup yang berfungsi sebagai jembatan menuju sekuel atau film spin-off. Alih-alih memberi rasa selesai, ending ini justru membuat perjalanan emosional yang sudah dibangun Qodrat dan Azizah terasa tidak mendapatkan payoff yang memuaskan. Film ini lebih terasa seperti episode pilot untuk sebuah serial televisi ketimbang karya yang mandiri dan berdiri sendiri.
Qodrat 2 adalah sebuah prestasi teknis yang patut diapresiasi dalam khazanah horor Indonesia. Film ini berani, ambisius, dan menawarkan beberapa momen brilian yang segar. Peningkatan kualitas sinematografi, suara, dan koreografi laga adalah pencapaian yang nyata.
Namun, ambisi untuk membangun "Qodrat Universe" bisa menjadi bumerang. Akhir cerita yang terburu-buru dan antiklimaks, merusak potensi besarnya. Film ini layak ditonton untuk menyaksikan peningkatan kualitas film laga-horor Indonesia dan performa akting yang stellar, tetapi bersiaplah untuk merasakan bahwa ada sesuatu yang lebih besar dan lebih dalam yang sayangnya tidak berhasil digapai. Atau setidaknya belum.
Rating: 6-6.5/10
Dan, oh ya, satu lagi baru ingat. Spoiler sedikit. Jaket dan kacamata yang dikenakan karakter Qodrat, yang tampak dipakainya di ending film pertama dan di sepanjang film kedua ini, ternyata adalah hasil nyolong di pasar. Lah, masa Ustadz nyolong?! Iya tahu sebagai sebuah film, sah sah saja biar kelihatan keren, tapi ya gimana ya, ahh sudahlah....
Komentar
Posting Komentar