Ulasan Film The Thursday Murder Club (2025): Kehangatan Misteri ala Pensiunan yang Menghibur

Siapa bilang masa pensiun harus diisi dengan duduk-duduk saja? The Thursday Murder Club membuktikan bahwa petualangan bisa datang dari mana saja, bahkan dari dalam sebuah komunitas pensiunan mewah bernama Cooper's Chase. Film yang diadaptasi dari novel fenomenal Richard Osman ini menyuguhkan sebuah "kejahatan yang nyaman" (cozy crime) dengan sentuhan humor dan hati.

Dibintangi oleh deretan aktor legendaris seperti Helen MirrenPierce BrosnanBen Kingsley, dan Celia Imrie, film yang disutradarai Chris Columbus ini langsung membawa kita ke dalam dunia empat sekawan yang hobinya unik: memecahkan kasus pembunuhan lama setiap hari Kamis.

Awalnya, klub ini hanya membongkar kembali arsip-arsip kasus dingin yang diberikan oleh seorang pensiunan polisi. Namun, ketenangan mereka terusik ketika Tony Curran, salah satu pemilik Cooper's Chase, ditemukan tewas terbunuh. Konflik semakin memanas karena rencana jahat rekan bisnis Tony, Ian Ventham (diperankan dengan sempurna oleh David Tennant), yang ingin mengusir seluruh penghuni untuk mengubah Cooper's Chase menjadi kompleks apartemen mewah.

Dengan motivasi untuk melindungi rumah mereka, keempat pensiunan ini memutuskan untuk turun tangan menyelidiki kasus ini secara langsung. Mereka pun bersekutu dengan seorang polisi muda, Donna De Freitas (Naomi Ackie), yang merasa jenuh dengan tugasnya yang monoton dan melihat ini sebagai peluang untuk melakukan pekerjaan polisi yang sesungguhnya.

Salah satu kekuatan terbesar film ini terletak pada chemistry para pemain utamanya. Helen Mirren sebagai Elizabeth adalah poros dari semua aksi. Karakternya yang dingin, penuh teka-teki, dan dengan masa lalu di dinas rahasia, digambarkan dengan sempurna oleh Mirren. Dia adalah bukti bahwa pensiunan bisa menjadi sosok yang paling berbahaya—dan paling cerdas—di ruangan mana pun.

Pierce Brosnan sebagai Ron, mantan aktivis serikat pekerja, membawa semangat pemberontak yang masih menyala-nyala. Meski beberapa penonton mungkin butuh waktu untuk membiasakan diri dengan aksennya, karakternya berhasil menyuntikkan banyak energi. Celia Imrie sebagai Joyce adalah hati dari kelompok ini. Sosoknya yang ceroboh tapi baik hati, dengan obsesinya pada kue, berhasil menciptakan momen-momen humor yang menyegarkan. Sayangnya, Ben Kingsley sebagai Ibrahim agak kurang dieksplorasi, membuat karakternya terasa sedikit berada di latar belakang.

Film ini berhasil menciptakan atmosfer "cozy mystery" dengan sangat baik. Cooper's Chase digambarkan sebagai tempat yang hampir seperti surga—sebuah komunitas pensiunan mewah dengan pemandangan hijau dan bangunan megah yang membuat kita semua mungkin ingin segera pensiun. Visual yang hangat dan disinari matahari ini menciptakan kontras yang menarik dengan tema pembunuhan yang sebenarnya gelap.

Dari segi penyutradaraan, Chris Columbus mengambil pendekatan yang aman dan tidak berisiko. Adegan-adegan di film ini mudah diikuti, meski terkadang terasa seperti film televisi yang diproduksi dengan budget tinggi. Elemen teknis seperti sinematografi dan tata suara mendukung suasana tanpa berusaha menonjol terlalu berlebihan.

Apa yang Berhasil (Kelebihan):

  • Chemistry Para Pemeran: Interaksi antara keempat aktor utama adalah jiwa dari film ini. Mereka tampak benar-benar menikmati peran mereka dan menciptakan dinamika kelompok yang menyenangkan untuk ditonton .

  • Konsep yang Menarik dan Representasi yang Menyegarkan: Film ini merayakan usia senja tanpa sedikit pun rasa kasihan atau merendahkan. Karakter-karakter utamanya digambarkan sebagai individu yang cerdas, mampu, dan penuh semangat hidup—sebuah penyegaran dari stereotip pensiunan yang sering kita lihat .

  • Suasana 'Cozy' yang Konsisten: Bagi penonton yang mencari misteri tanpa ketegangan berlebihan atau adegan kekerasan grafis, film ini adalah pilihan sempurna. Atmosfernya terasa seperti selimut hangat di hari hujan .

Apa yang Kurang (Kekurangan):

  • Alur yang Terasa Terburu-buru: Ini mungkin adalah kritik terbesar terhadap film ini. Adaptasi dari novel yang kaya plot dan karakter ke dalam durasi dua jam membuat banyak adegan terasa seperti "daftar pencapaian" . Pengembangan karakter dan motivasi pelaku, terutama di adegan akhir, terasa dipadatkan sehingga mengurangi dampak emosionalnya.

  • Kedalaman Misteri yang Terbatas: Kompleksitas teka-teki dalam novel, sayangnya, tidak sepenuhnya terbawa ke layar. Jumlah tersangka yang terbatas dan penyederhanaan alur membuat "faktor kejutan" dalam pembongkaran kasus menjadi berkurang.

🏆 Kesimpulan:

The Thursday Murder Club adalah film yang seperti teh hangat dan biskuit—menghangatkan, menenangkan, dan sempurna untuk relaksasi. Ia tidak berusaha menjadi Knives Out berikutnya yang penuh dengan twist kompleks. Sebaliknya, film ini adalah perayaan persahabatan, kecerdasan yang tak padam dimakan usia, dan petualangan yang bisa ditemukan di mana saja.

Rate: 7+/10

Film ini sangat direkomendasikan untuk:

  • Penonton yang menyukai genre cozy mystery.

  • Para penggemar buku yang penasaran dengan adaptasinya, dengan catatan untuk tidak mengharapkan kesetiaan 100%.

  • Siapa saja yang mencari tontonan ringan dan menghibur di akhir pekan, terutama jika Anda ingin melihat para legenda layar lebar bermain dengan chemistry yang apik.

Pesan akhir: Nyalakan film ini, duduklah dengan santai, dan biarkan diri Anda terhanyut dalam pesona dan kejenakaan empat pensiunan yang membuktikan bahwa hidup—dan petualangan—tidak berakhir pada usia 70 tahun.


Komentar